Selamat Datang

Hai......Semua, terima kasih telah menggunjunggiku.
Disini kalian bisa mendapatkan pengetahuan dan informasi dalam dunia pendidikan terutama jurusan bahasa Indonesia, maka kunjungi terus blog saya ya....

Selasa, 04 Mei 2010

Prinsip-prinsip penulisan esai

Kompetensi dasar :
16.1 Memahami prinsip-prinsip penulisan kritik dan esai

Memahami Prinsip-Prinsip Esai
Esai merupakan pembahasan terhadap pemasalahan secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulis. Esai sastra berarti pembahasan tentang sastra secara umum, meliputi beberapa kajian;
1. Sejarah dan perkembangan sastra
2. Aliran-aliran kesastraan yang berkembang pada setiap periode
3. peranan sastra bagi masyarakat sebagai gambaran tentang hidup dan kehidupan
4. Pengarang-pengarang karya sastra
5. Karya-karya sastra yang dihasilkan berupa puisi,cerpen, novel, atau drama
Esai sastra mempunyai beberapa ciri, meliputi:
1. Bersifat deskriptif naratif
2. memberikan usulan terhadap sastra secara subjektif
3. menggunakan gaya bahasa yang khas dari setiap penulisan esai
4. tidak sampai pada kesimpulan sebagai saran

Beberapa prinsip-prinsip penulisan Esai sastra secara umum, meliputi:

1. Memahami benar permasalahan yang dibahas
2. Menetapkan tujuan yang jelas tentang penulisan esai yang dilakukan
3. Menetapkan dengan tepat sasaran atau pihak-pihak yang menjadi pembahasan dalam esai dan pihak yang akan membahas esai
4. Menyertakan bukti dan alas an yang dapat diterima secara nalar(logis)
5. Mengetahui tekhnik penulisan esai, meliputi: pembuka, isi , dan penutup
6. Mengguasai keterampilan pengunaan bahasa tulis untuk menghasilkan kalimat logis, efektif, dan sistematis sehingga mudah dipahami pembaca.

Contoh Esai

Wahai Puisi, Jangan Terus Sembunyi
Oleh: Kawe Shamudra

DALAM jagad seni sering digelar acara-acara yang melibatkan publik semacam pameran lukisan, pameran patung, dan pameran buku. Tapi rasanya masih jarang (atau mungkin belum pernah ada) pameran puisi. Apakah puisi dianggap sebagai karya seni remeh sehingga tidak layak dipamerkan?
Puisi termasuk jenis karya seni (teks) yang secara fisik sangat sederhana bentuknya dibanding karya-karya lain seperti novel, cerpen maupun cerita bersambung. Artinya, sepanjang-panjangnya puisi masih lebih pendek dari cerpen yang paling pendek sekalipun. Bahkan dengan alasan-alasan tertentu, para penyair ada kalanya sangat hemat dalam menggunakan kata-kata. Menulis puisi hanya dengan beberapa patah kata.
Dengan alasan kepraktisan tadi, maka pameran puisi bisa dijadikan alternatif sebagai media pengenalan dan pembelajaran sastra kepada masyarakat. Bukan sesuatu yang sulit untuk memajang puisi di tempat-tempat umum seperti pasar, alun-alun, tempat-tempat hiburan atau dalam acara-acara berformat kebudayaan.
Selama ini puisi terkesan masih menjadi karya tersembunyi dan hanya dikenal oleh komunitas yang sangat terbatas. Atau mungkin hanya sempat nebeng sejenak di media cetak, kemudian terbuang dan dilupakan orang. Puisi hanya dikenal dan digandrungi dalam wilayah yang sempit.
Pada jaman sekarang ini, pameran puisi rasanya bukan sebuah kemustahilan. Siapa tahu puisi, puisi yang dipamerkan bisa menjadi semacam katarsis dan hiburan gratis bagi masyarakat.
Sebagai bagian dari karya seni, kehadiran puisi diharapkan mampu menghadirkan makna yang bermanfaat dan bisa diserap langsung bagi masyarakat luas. Sebab betapa memelasnya jika sebuah puisi (yang bagus) namun hanya dibaca orang-orang tertentu.
Sudah saatnya para penyair lebih membuka diri untuk tampil ke hadapan publik. Bukan jamannya lagi para penyair hanya berkutat pada sangkar privacynya yang egois dan asing. Para penyair boleh bangga bila puisinya dimuat di media cetak. Namun apa artinya jika hanya dibaca sedikit orang?
Jika ini yang terjadi, maka puisi hanyalah menjadi ide yang gagal menyentuh ranah publik. Puisi baru bisa dikatakan berhasil kalau bisa dibaca dan dinikmati orang banyak di luar komunitas penyair.
Eksistensi penyair masih dipertanyakan manakala ia belum berani beranjak dari lingkaran kesendirian dan membuat gebrakan-gebrakan yang menyentak kesadaran publik. Penyair Umbu Landu Paranggi pernah menggebrak dengan keberaniannya menghidupkan komunitas seniman di Malioboro. Rendra pernah melejit dengan bengkel teaternya. Taufiq Ismail dkk dengan safari sastranya. Widji Tukul dengan puisi-puisi perlawanannya.
Itulah contoh-contoh gebrakan para penyair yang berjuang agar karya-karyanya bergaung dan didengar publik. Sebab apa artinya sebuah puisi kalau hanya dinikmati sendiri tanpa memberi kesempatan pada pihak lain untuk menikmati dan mengapresiasikannya.
Mempublikasikan puisi lewat buku atau media cetak adalah lumrah, biasa. Tapi rasanya ada sesuatu yang lain ketika para penyair mau dan punya keberanian untuk menawarkan karya-karyanya dalam bentuk pameran puisi. Kalau para pelukis berani keliling kota memamerkan lukisannya, kenapa para penyair enggan memamerkan puisinya?
Secara tehnis pameran puisi lebih gampang dijalani daripada pameran lukisan. Para penyair cukup membentuk sebuah panitia khusus yang mengkoordinir dan mengatur pelaksanaan pameran. Toh yang namnya pameran puisi tidak harus dirancang dengan tampilan yang wah dan mewah. Ibaratnya, di alun-alun atau di trotoar pinggir jalan pun pameran puisi bisa digelar.
Yang penting, dalam sebuah pameran puisi adalah esensinya, bahwa penyair itu benar-benar ada dan punya karya yang bisa dipertanggung jawabkan ke hadapan publik. Persoalan karya tersebut diterima atau tidak oleh masyarakat bukan menjadi target utama. Toh, dengan menggelar pameran puisi, para penyair secara ekonomis tidak dirugikan. Malah justru memperoleh keuntungan batin karena bisa bertemu/ mempererat persaudaraan dengan sesama penyair.
Mungkin saja ada semacam ketakutan-ketakutan yang sifatnya individual. Boleh jadi para penyair bertanya dalam hati, apakah pameran puisi ada yang menonton? Apakah masyarakat tidak akan mencibir dan mentertawakan ketika melihat bait-bait puisi terpampang di tempat umum? Apakah masyarakat bisa memahami kata-kata yang dirangkai para penyair?
Ketakutan-ketakutan semacam itu masih wajar karena, bagaimanapun, pameran puisi hingga saat ini belum menjadi kebiasaan.Padahal kalau kita mau jujur, kegiatan semacam itu merupakan lahan strategis untuk mengangkat dunia sastra kita.
Dalam sebuah pameran puisi, yang terpenting adalah adanya keyakinan dalam diri para penyair, bahwa pameran bukan sekadar unjuk kebolehan, namun sebuah upaya untuk mendekatkan sastra kepada masyarakat. Pameran puisi merupakan langkah rasional dan sangat praktis (mudah) untuk dipraktekkan.
Puisi-puisi yang ditampilkan tidak harus ditulis lewat spanduk, tapi mungkin cukup ditulis di atas kertas manila atau asturo, lalu dipajang di tempat umum. Selain itu panitia mungkin perlu menyediakan foto copy puisis-puisi yang dipamerkan untuk persiapan, siapa tahu ada penonton yang berminat mengoleksi puisi tersebut. Selain itu panitia bisa sekaligus menjual buku karya-karya para penyair yang bersangkutan.
Atau pameran puisi itu bisa ndompleng pada acara-acara lain seperti pasar murah, festival/ pagelaran seni dan kegiatan kebudayaan lainnya. Bila perlu dalam acara pameran atau promosi pembangunan, para penyair membuka stand khusus untuk memamerkan puisi-puisinya.
Banyak manfaat bisa diserap dari pameran puisi. Yang pasti, para penyair bisa berkomunikasi dan berdialog langsung dengan masyarakat. Masyarakat menjadi semakin dekat dengan penyair, selanjutnya belajar mengenal dan memahami puisi sebagai bagian dari khazanah kebudayaan. Para penyair pun tidak lagi merasa sendiri dan terasing dengan dunia luar.
Sudah waktunya puisi hadir secara wajar untuk dikenali masyarakat. Selama ini kehadiran puisi dianggap sosok asing yang hanya digeluti dan dilirik kalangan terbatas. Mengapa? Bukan karena masyarakat membenci puisi, tapi boleh jadi para penyairnya sendiri yang terlalu sombong dan menjaga jarak dengan masyarakat sehingga enggan untuk mendekatinya. Para penyair bisa besar karena, disamping berkarya, juga berusaha berinteraksi dengan masyarakat.
Jika para penyair tetap memilih hidup menyendiri, maka tidak akan pernah bisa merebut hati masyarakat. Mungkin saja si penyair punya puisi bagus dan penuh makna, tapi tak bernilai apa-apa jika hanya disimpan dalam laci kesendirian. Sebaliknya, puisi-puisi yang lahir dari para mubaligh, pastor, artis, politisi boleh jadi lebih cepat meresap dalam hati masyarakat karena mereka gencar mengadakan publikasi. Lantas, siapakah yang patut disayangkan?

Tugas
1. Jelaskan pengertian esai menurut Anda!
2. Sebutkan ciri-ciri esai sastra!
3. Sebutkan prinsip-prinsip esai sastra!

3 komentar:

  1. Esai merupakan pembahasan terhadap pemasalahan secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulis.

    Beberapa prinsip-prinsip penulisan Esai sastra secara umum, meliputi:

    1. Memahami benar permasalahan yang dibahas
    2. Menetapkan tujuan yang jelas tentang penulisan esai yang dilakukan
    3. Menetapkan dengan tepat sasaran atau pihak-pihak yang menjadi pembahasan dalam esai dan pihak yang akan membahas esai
    4. Menyertakan bukti dan alas an yang dapat diterima secara nalar(logis)
    5. Mengetahui tekhnik penulisan esai, meliputi: pembuka, isi , dan penutup
    6. Mengguasai keterampilan pengunaan bahasa tulis untuk menghasilkan kalimat logis, efektif, dan sistematis sehingga mudah dipahami pembaca.

    BalasHapus
  2. hay...............
    sobat...........
    Esai merupakan pembahasan terhadap pemasalahan secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulis.

    Beberapa prinsip-prinsip penulisan Esai sastra secara umum, meliputi:

    1. Memahami benar permasalahan yang dibahas
    2. Menetapkan tujuan yang jelas tentang penulisan esai yang dilakukan
    3. Menetapkan dengan tepat sasaran atau pihak-pihak yang menjadi pembahasan dalam esai dan pihak yang akan membahas esai
    4. Menyertakan bukti dan alas an yang dapat diterima secara nalar(logis)
    5. Mengetahui tekhnik penulisan esai, meliputi: pembuka, isi , dan penutup
    6. Mengguasai keterampilan pengunaan bahasa tulis untuk menghasilkan kalimat logis, efektif, dan sistematis sehingga mudah dipahami pembaca.

    BalasHapus